Tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salah rupanya
banyak menyimpan cerita. Pesawat canggih buatan Rusiaa tersebut menurut
beberapa pengamat di luar negeri sangat tidak logis kalau jatuh karena
masalah teknis atau kesalahan pilot, mereka berpendapat bahwa pesawat Sukhoi Jatuh Karena Sabotase yang dilatar belakangi persaingan bisnis.
Inilah alasannya ….
Rakesh Krishnan Simha menuliskan pada Russi dan India Report, bahwa Sukhoi
Superjet 100 bukan sekadar pesawat uji coba. Kapal produksi 2009 itu
telah dipesan sebanyak 300 buah oleh perusahaan penerbangan Armenia
Armavia dan Aeroflot, atau dengan kata lain keandalan dan kelaikan pesawat tidak perlu diragukan !!!!!
Jadi jatuhnya Sukhoi sangat kecil kemungkinannya karena masalah teknis/kelaikan pesawat…..
Bagaimana dengan faktor pilot ?????
Simha juga menampik dugaan kesalahan manusia, baik dari sisi pilot
Aleksandr Yablontsev atau pengawas menara Air Traffic Controller Bandara
Soekarno-Hatta. Sebab Yablontsev turut campur dalam pengembangan
Sukhoi. Sedangkan pengawas ATC telah memandu Superjet selama melayang,
meski terhambat daerah pegunungan yang rumit.
Indikasi adanya sabotase oleh pihak “Amerika” adalah karena Pesawat
Buatan rusia ini berpotensi menjadi pesaing Boeing dan Airbus karena
menawarkan harga sangat murah …..
Bahkan Superjet 100 berani menawarkan dirinya US$ 30 juta atau Rp 277 miliar lebih murah dari Embraer dan Bombadier, saingannya.
Selama ini, pasar pesawat di negara berkembang telah dikuasai
perusahaan manufaktur penerbangan Amerika. Mereka tidak punya banyak
saingan pada pangsa ini. Kedatangan Rusia dengan kapal terbarunya
membuat Amerika memiliki musuh baru. “Terkadang kondisi itu menciptakan pertarungan yang membuat atmosfer bisnis berubah jelek,” ujarnya.
Analisis tak jauh beda dicetuskan Wayne MADSEN di situs Strategic
Culture Foundation. Wayne menganggap masuknya Superjet 100 ke pasar
penerbangan telah menguntungkan Indonesia. Tapi, di sisi lain,
keberadaannya mengancam bisnis Boeing. Apalagi sebelumnya Barack Obama
menandatangani kesepakatan dengan Indonesia untuk menjual 230 pesawat
Boeing ke Lion Air dengan jaminan pinjaman US$ 22 miliar (Rp 203
triliun).
“Karenanya, ada kemungkinan Amerika tidak ragu melakukan sabotase
industri pesaingnya, terutama pada saat masuk ke Asia,” ujar Wayne.
Kalau seandainya benar analisis diatas, kita patut sangat berduka
karena puluhan warga Indonesi meninggal sia-sia sebagai akibat
pertarungan bisnis……
sumber :tempo.co
ARTIKEL TERKAIT:
No comments:
Post a Comment